The Role of Coal Industry Towards Energy Transition and Circular Economy" yang merupakan kerja sama Kementerian ESDM, PT Bukit Asam Tbk (PTBA), dan Mining Industry Indonesia (MIND ID)
Direktur Jenderal Mineral serta Batu bara Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin menuturkan pembaruan technologi penggunaan batu bara bisa memberikan dukungan pencapaian transisi energi.
Menurutnya, dalam pemaparannya di Jakarta, Selasa, transisi energi tidak harus menghapus batu bara. Dengan pengembangan tehnologi, emisi dari batu bara dapat didesak, hingga sasaran net zero emission (NZE) pada 2060 masih tetap dapat diraih.
"Silahkan kita berpikiran dengan lainnya. Keywordnya transisi energi terus-menerus. Net zero emission pada 2060 itu sebagai scenario besar yang perlu kita definisikan dengan cara tidak biasa saja. Kuncinya ialah pengembangan," ucapnya saat buka talkshow The 3rd Energy Transition Working Grup Meeting-Parallel Moment G20 Presidency of Indonesia yang mengusung topik "The Role of Coal Industry Towards Energy Transition and Circular Economy" di Bali, Senin (29/8).
Pada acara yang disebut kerja-sama Kementerian ESDM, PT Bukit Asam Tbk (PTBA), dan Mining Industry Indonesia (MIND ID) itu, Ridwan menjelaskan transisi energi menjadi satu diantara rumor fokus pada Presidensi G20 Indonesia 2022 dengan konsentrasi khusus pada akses, tehnologi, dan permodalan.
Berkaitan pengembangan, Ridwan mengutamakan keutamaan faktor keterjangkauan dan kepenguasaan tehnologi. Dia minta hasil talkshow betul-betul digerakkan supaya industri batu bara bisa memberikan dukungan transisi energi yang terus-menerus.
"Saya menginginkan dialog ini hari hasilkan suatu hal yang nyata, bukan hanya wawasan, tetapi harus kita menindaklanjuti. Saya merekomendasikan buat lah NZE versus industri batu bara, jadi tidak hanya turunkan pemakaian batu bara, terus gunakan lainnya, apa ada langkah lain ke arah NZE dengan pendekatan yang lebih inovatif," kata Ridwan.
Di kesempatan itu, Direktur Khusus PTBA Arsal Ismail menjelaskan sesuai dengan misi PTBA jadi perusahaan energi kelas dunia yang perduli lingkungan, perusahaan tengah menguatkan keberadaan dan berubah jadi perusahaan energi.
Menurutnya, alih bentuk tidak hanya dilaksanakan untuk membuat usaha yang kebersinambungan, tetapi memberikan dukungan sasaran pemerintahan untuk capai NZE pada 2060, menggerakkan proses transisi energi terus-menerus, dan tingkatkan kontributor perusahaan dalam memberikan dukungan ketahanan energi nasional.
"Beragam taktik alih bentuk usaha sudah kami aplikasikan seperti kenaikan portofolio pembangkit listrik berbasiskan energi baru terbarukan dan peningkatan hilirisasi batu bara jadi dimetil eter (DME)," ucapnya.
Dari segi operasional pertambangan, Arsal menambah ada dua program khusus yang digerakkan PTBA yaitu Eco Mechanized Mining dan E-Mining Reporting Sistem.
Pada program Eco Mechanized Mining, perusahaan menukar perlengkapan pertambangan yang memakai bahan bakar berbasiskan fosil jadi elektrik.
Sementara, pada program E-Mining Reporting Sistem, Bukit Asam manfaatkan basis laporan produksi secara real time dan online hingga sanggup meminimalisasi pantauan konservatif dengan kendaraan dan kurangi pemakaian bahan bakar.
Bukit Asam terus-menerus mengaplikasikan program management karbon sebagai program integratif untuk kurangi emisi karbon dalam operasional pertambangan perusahaan. Beberapa usaha management karbon yang sudah dilakukan yaitu reklamasi, dekarbonisasi operasional tambang, dan study carbon capture, utilization, and penyimpanan (CCUS).
Berkaitan dengan pengkajian CCUS ini, Bukit Asam sedang melangsungkan persaingan tehnologi dekarbonisasi yang mengutamakan pengembangan di bagian carbon reduction dan CCUS dengan judul "Bukit Asam Innovation Award 2022 Greenovator Indonesia".
"Persaingan itu kita harap bisa memberikan dukungan lahirnya inovasi-inovasi berkaitan tehnologi dekarbonisasi di bagian pertambangan, terutamanya batu bara, untuk membuat energi yang dapat dijangkau, handal, terus-menerus," tutur Arsal.
Dalam pada itu, pada sesion sesi Mini Innovation Workshop datang diantaranya Kepala Pusat Penelitian Tehnologi Pertambangan Tubuh Penelitian dan Pengembangan Nasional (BRIN) Anggoro Tri Mursito, beberapa pimpinan federasi pertambangan, beberapa pimpinan instansi riset, perusahaan rintisan tehnologi, dan beberapa pemuda delegasi G20.
Mini Workshop ini cari jalan keluar untuk memberikan dukungan pengurangan emisi, khususnya keutamaan pengembangan untuk membuat CCUS dengan ongkos dapat dijangkau.
Disamping itu, beberapa peserta workshop setuju jika pendayagunaan tempat pascatambang harus menimbang faktor sosial dan ekonomi dengan keinginan pendayagunaannya tidak cuma ramah lingkungan, tetapi juga sesuai keperluan warga di tempat.
Dan, sesion Executive Talkshow jadi tempat untuk mengeruk gagasan dan praktek yang sudah dikerjakan sebagai cara peningkatan bersama dalam memberikan dukungan transisi energi yang terus-menerus dengan memerhatikan ekonomi sirkular.
Sumber : antaranews.com